Saturday, January 14, 2012

Menikah .... ??



Pernikahan adalah sesuatu yang ghaib bagi yang belum menikah dan bagi yang belum menjalaninya, pernikahan hanya bisa dibayangkan tapi tidak bisa dirasakan. Maka bersabarlah bagi yang belum menikah (menyemangati diri sendiri.... ^^).

Suatu ketika muncul pertanyaan:
" Hai Fulan, kenapa engkau mau menikah?"
...
Si Fulan menjawab
" Menikah itu enak..
Kalo lapar ada yang masakin,
kalo capek ada yang pijitin,
kalo tidur ada yang ngelonin,
kalo baju kotor ada yang nyuciin,
pakaian ada yang nyetrikain
rumah ada yang bersihin,
bla..bla..bla..."

Kemudian si Fulannah pun ditanya,
"Hai Fulannah, kenapa engkau mau menikah?

Si Fulannah pun menjawab
"Menikah itu enak..."
"Kemana-mana ada yang nganterin..
mau apa-apa ada yang bayarin..
Kesana-sini ada yang jagain
kalo genteng bocor ada yang perbaikin
kalo gas habis ada yang masangin
kalo galon air kosong ada yang ngangkatin
bla...bla...bla..."

Hohoho...
Itukah arti sebuah pernikahan?
Sebuah simbiosis mutualisme yang saling menguntungkan??
Hanya untuk sebuah azaz kemanfaatan???

Jawaban di atas mungkin terdengar silly tapi memang ada orang-orang yang melihat pernikahan dalam kacamata sempit seperti itu.

Yang jelas ALLAH dalam surat Ar-Rum ayat yang ke-21 ALLAH SWT mengatakan bahwa
" Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untuk kalian istri-istri dari jenis kalian sendirri, supaya kalian cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantara kalian rasa kasih sayang. Sesungguhnya, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir"

Idealnya seorang mukmin ketika menikah maka niat dan motivasinya tak lain dan tak bukan adalah sebagai sarana Ibadah kepada ALLAH SWT. Menikah sebagai bentuk perbaikan ibadah agar jauh lebih baik lagi...

Menikah adalah suatu hal yang complicated. Kata bijak mengatakan "Your life is started when you are married" Yah..hidup sesungguh dimulai ketika menikah nanti. Mungkin kita hidup merdeka sebagai single selama 25, 26, 27, 30 tahun dll-nya, tapi ketika menikah kita akan menjalani seumur hidup dengan status not single at all...

Bagi jomblowan jomblowati...
Bayangan menikah itu selalu indah...
Yah lebih kurang seperti pendapat si Fulan dan Fulannah diatas..

Tapi lagi-lagi menikah tidaklah se-simple itu..
Ketika dua kutub yang berbeda disatukan maka siap-siaplah dengan kejutannya..
seperti... istri harus lebih talkative jika ternyata suaminya tipikal yang pendiam.. Atau si istri harus lebih banyak mendengar jika ternyata suaminya tipikal yang memiliki kebutuhan besar untuk didengar..
 atau si istri lebih banyak bersabar dan menahan hati jika ternyata sang suami adalah orang yang populer dan banyak fansnya... atau si istri harus berusaha lebih lembut jika ternyata suaminya adalah tipikal tempramental..
 atau si istri harus lebih tegas jika ternyata suaminya adalah tipikal yang sulit mengambil keputusan dan terkesan lamban dalam bertindak... atau si istri harus rela jika ternyata suaminya jauh lebih manja ketimbang dirinya...
atau si istri harus selalu bersiap dengan evolusi karakter suami yang berubah seiring perubahan umurnya....
atau..
atau..
atau..
dan atau...

begitupun sebaliknya...
suami pun harus siap-siap dengan kejutan yang mungkin tak pernah dibayangkan sebelumnya..

wallahualam bi shawab...

Setiap manusia unik karena karakter yang berbeda dan karena perbedaan itulah mereka menjadi saling membutuhkan antara satu dan yang lainnya...

Bagi yang belum menikah, sama seperti saya...
mari kita tatap pernikahan adalah suatu hal yang wallahualam seperti apa bentuknya...  hanya satu yang diperlukan yaitu bersiap diri untuk menghadapinya... masalah siapa pun orangnya, kapan waktunya... kita harus tawakal...itu mutlak urusan ALLAH SWT... : )

Wallahualam...

 Smoga bermanfaat....

Thursday, January 5, 2012

DARAH WANITA

penulis Ummu Ishaq Zulfa Husein Al Atsariyyah
Sakinah Wanita dalam Sorotan 29 - April - 2003


Bagi kebanyakan wanita haid dan nifas identik dgn tdk menjalankan shalat atau puasa. Padahal banyak hal lain yg juga perlu diketahui kaitan dgn ibadah saat seorang wanita mendapatkan haid atau nifas

Saudariku muslimah
Permasalahan darah yg keluar dari kemaluan wanita merupakan permasalahan yg penting. Butuh utk diterangkan krn berkaitan dgn pelaksanaan ibadah kepada Allah subhanahu wa ta`ala. Kita lihat kenyataan yg ada banyak wanita buta terhadap permasalahan yg justru lekat dgn diri ini. Karena itu pada tampilan perdana dlm rubrik ini kami coba menerangkan kepada pembaca seputar masalah ini secara ringkas semoga menjadi tambahan ilmu yg bermanfaat amin ! Dan semoga menjadi simpanan amal kebajikan bagi kami pada hari yg tdk bermanfaat lagi harta dan anak kecuali hamba yg menemui Allah dgn hati yg selamat !

Kami angkat permasalahan ini dgn menerjemahkan secara ringkas kitab yg disusun oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah berjudul “Risalah fid Dima Ath Thabi`iyyah Lin Nisa’ disertai dgn tambahan dari sumber yg lain

Saudariku Muslimah
Wanita dgn kodrat yg ditentukan dgn keadilan Illahi mengalami masa-masa di mana ia mendapatkan darah keluar dari organ yg khusus. Darah tersebut bisa jadi menahan dia dari melaksanakan ibadah shalat dan puasa dan bisa pula ia tetap dibolehkan shalat dan puasa krn darah tersebut tdk mengeluarkan diri dari hukum wanita yg suci

Adapun darah yg biasa keluar dari kemaluan wanita adl darah haid istihadhah dan darah nifas. Untuk yg awal kami akan menyinggung masalah haid

Haid
Secara bahasa haid adl mengalir sesuatu. Adapun pengertian yg syar`i haid adl darah yg keluar pada waktu-waktu tertentu dari organ khusus wanita secara alami tanpa ada sebab bukan krn sakit luka atau keguguran atau selesai melahirkan. Haid ini keadaan berbeda-beda tergantung keadaan masing-masing wanita.

Ulama berselisih pendapat dlm masalah kapan usia awal seorang wanita mengalami haid. Berkata Ad Darimi rahimahullah setelah menyebutkan perselisihan yg ada: “Semua pendapat ini menurutku salah! Karena yg menjadi rujukan dlm semua itu adl ada darah. mk pada keadaan dan umur berapa saja didapatkan ada darah yg keluar dari kemaluan mk itu harus dianggap darah haid wallahu a`lam”.

Pendapat Ad Darimi yg dipilih oleh Ibnu Taimiyah ini dibenarkan oleh Syaikh Muhammad Shalih Al Utsaimin krn hukum haid dikaitkan oleh Allah dan Rasul-Nya dgn ada darah tersebut. Allah dan Rasul-Nya tdk memberi batasan umur tertentu mk wajib mengembalikan hal ini kepada ada tdk darah bukan batasan umur

Dalam permasalahan lama masa haid juga ada perselisihan pendapat. Ibnul Mundzir rahimahullah berkata: “Berkata sekelompok ulama: “Tidak ada batasan minimal dan tdk pula batasan maksimal hari haid”. Pendapat ini yg dibenarkan Syaikh Ibnu Utsaimin dgn dalil-dalil sebagai berikut:
Pertama Allah Ta`ala berfirman :
“Mereka berta kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adl suatu kotoran. Oleh krn itu hendaklah kalian menjauhi para istri ketika mereka sedang haid dan jangan kalian mendekati mereka hingga mereka suci dari haid”.

Dalam ayat di atas Allah menjadikan batasan larangan menyetubuhi istri yg sedang haid adl sampai selesai haid bukan batasan hari. Jadi hukum haid berlaku selama ada darah yg keluar berapapun lama waktunya

Kedua Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda kepada Aisyah radliallahu anha yg haid saat ia sedang melakukan ibadah haji :
“Lakukanlah semua yg diperbuat oleh orang yg berhaji. Namun jangan engkau thawaf di Ka`bah hingga engkau suci”

Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam menjadikan batasan larangan thawaf sampai suci dari haid dan beliau tdk menetapkan batasan bilangan hari tertentu jadi patokan ada tdk darah

Ketiga batasan-batasan yg disebutkan oleh para fuqaha dlm masalah ini tdk ada dalil dlm Al Qur’an dan tdk pula dlm Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam Padahal hal ini sangat perlu utk diterangkan bila memang harus ada pembatasan.

Keempat banyak perbedaan dan pertentangan pendapat dari mereka yg membuat batasan. Ini menunjukkan bahwa dlm masalah ini tdk ada dalil yg dapat dituju namun ini sekedar ijtihad yg bisa benar dan bisa salah

Dengan demikian tiap kali wanita melihat darah keluar dari kemaluan bukan disebabkan luka atau semisal mk darah tersebut darah haid tanpa ada batasan waktu dan umur. Kecuali bila darah itu keluar terus menerus tdk pernah berhenti atau berhenti hanya sehari dua hari dlm sebulan mk darah itu adl darah istihadhah

Ibnu Taimiyah rahimahullah menyatakan: “Pada asal tiap darah yg keluar dari rahim adl darah haid sampai tegak bukti bahwa darah itu adl istihadhah”.

Haid Wanita Hamil
Apakah wanita hamil mengalami haid? Secara umum apabila wanita hamil ia akan terhenti dari haidnya. Namun ada di antara wanita hamil yg tetap keluar darah dari kemaluan pada masa-masa haid dan ini dihukumi sebagai darah haid krn tdk ada keterangan dari Al Quran dan As Sunnah yg menyebutkan mustahil haid bagi wanita hamil. Ini adl pendapat Imam Malik Syafi’i dan yg dipilih oleh Ibnu Taimiyah

Kejadian Haid
Ada beberapa macam kejadian haid

Pertama bertambah atau berkurang waktunya. Misal seorang wanita kebiasaan haid enam hari. Suatu ketika darah yg keluar berlanjut sampai hari ketujuh. Atau kebiasaan haid enam hari namun belum berjalan enam hari haid berhenti

Kedua terlambat atau maju dari jadwal yg ada. Misal kebiasaan haid seorang wanita jatuh pada akhir bulan namun suatu ketika ia melihat darah haid keluar pada awal bulan atau sebaliknya

Terhadap dua keadaan di atas terjadi perselisihan pendapat di kalangan ulama. Namun yg benar kapan saja seorang wanita melihat keluar darah mk ia haid. Dan kapan ia tdk melihat darah berarti ia suci sama saja apakah waktu haid bertambah atau berkurang dari kebiasaan dan sama saja apakah waktu maju atau mundur. Ini merupakan pendapat Imam Syafi`i dan yg dipilih oleh Ibnu Taimiyah

Ketiga warna kekuningan atau keruh yg keluar dari kemaluan. Apabila cairan ini keluar pada masa haid atau bersambung dgn masa haid sebelum suci mk dihukumi sebagai darah haid. Namun bila keluar di luar masa haid cairan tersebut bukan darah haid. Ummu `Athiyah radliallahu’anha mengabarkan: “Kami dulu tdk mempedulikan sedikitpun cairan yg keruh dan cairan kuning yg keluar setelah suci dari haid”.

Keempat kering darah di mana si wanita hanya melihat sesuatu yg basah seperti lendir dan semisalnya. Kalau ini terjadi pada masa haid atau bersambung dgn waktu haid sebelum masa suci mk ia terhitung haid. Bila di luar masa haid mk ia bukan darah haid sebagaimana keadaan cairan kuning atau keruh

Hukum-Hukum Haid
Banyak sekali hukum-hukum yg berkaitan dgn haid namun krn terbatas ruang mk kami mencukupkan dgn apa yg kami sebutkan berikut ini:

1.      Shalat dan Puasa 
Wanita haid diharamkan utk mengerjakan shalat dan puasa baik yg wajib maupun yg sunnah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam mengabarkan hal ini ketika ada wanita yg mempertanyakan keberadaan kaum wanita yg dikatakan kurang agama dan akal beliau bersabda :

“Bukankah jika wanita itu haid ia tdk melaksanakan shalat dan tdk puasa. mk itulah yg dikatakan setengah agamanya”.

Adapun puasa wajib yg dia tinggalkan harus dia qadha di hari yg lain saat suci sedangkan shalat tdk ada kewajiban utk mengqadhanya berdasarkan hadits Aisyah radliallahu’anha ketika ada yg berta kepadanya: “Apakah salah seorang dari kami harus mengqadla shalat bila telah suci dari haid ?” Aisyah pun berta dgn nada mengingkari: “Apakah engkau wanita Haruriyah? Kami dulu haid di masa Nabi shallallahu alaihi wasallam. Beliau tdk memerintahkan kami utk mengganti shalat”.
Dalam riwayat Muslim Aisyah mengatakan: “Kami dulu ditimpa haid mk kami hanya diperintah mengqadha puasa dan tdk diperintah utk mengqadha shalat”.

2.      Thawaf di Baitullah
Wanita haid diharamkan utk thawaf di Ka`bah baik thawaf yg wajib maupun yg sunnah. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda kepada Aisyah radliallahu anha yg ditimpa haid saat sedang melakukan amalan haji :
“Lakukanlah semua yg diperbuat oleh orang yg berhaji. Namun jangan engkau thawaf di Ka`bah hingga engkau suci”

Adapun amalan haji yg lain seperti sa`i wuquf di Arafah dan sebagai tdk ada keharaman utk dikerjakan oleh wanita yg haid

3.      Jima’
Diharamkan bagi suami utk menggauli istri yg sedang haid pada farji dan diharamkan pula bagi istri utk memberi kesempatan dan memperkenankan suami utk melakukan hal tersebut. Karena Allah ta`ala berfirman:
“maka jauhilah oleh kalian para istri ketika haid dan janganlah kalian mendekati mereka hingga mereka suci”.

Selain jima` dibolehkan bagi suami utk melakukan apa saja terhadap istri yg sedang haid krn Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Perbuatlah segala sesuatu kecuali nikah “.

4.      Talak
      Ketika istri sedang haid haram bagi suami utk mentalak berdasarkan firman Allah ta`ala:
      “Wahai Nabi apabila kalian hendak menceraikan para istri kalian mk ceraikanlah mereka pada saat mereka dapat iddahnya”.

      Ibnu Abbas radliallahu’anhuma menafsirkan: “Tidak boleh seseorang menceraikan istri dlm keadaan haid dan tdk boleh pula ketika si istri dlm keadaan suci namun telah disetubuhi dlm masa suci tersebut. Akan tetapi bila ia tetap ingin menceraikan istri mk hendaklah ia membiarkan sampai datang masa haid berikut lalu disusul masa suci setelah itu ia bisa menceraikannya”.

      Jadi bila talak hendak dijatuhkan mk harus pada masa suci si wanita dan belum disetubuhi ketika suci tersebut. Demikian hal ini diriwayatkan dari Ibnu Umar Atha’ Mujahid Al Hasan Ibnu Sirin Qatadah Maimun bin Mihran dan Muqatil bin Hayyan.

      Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menyebutkan: “Ada tiga keadaan yg dikecualikan dlm pengharaman talak ketika istri sedang haid :

      Pertama apabila talak dijatuhkan sebelum ia berduaan dgn si istri atau sebelum ia sempat bersetubuh dgn si istri setelah atau selama nikahnya. dlm keadaan demikian tdk ada `iddah bagi si wanita dan tdk haram menceraikan dlm masa haidnya

      Kedua apabila haid terjadi di waktu istri sedang hamil krn lama `iddah wanita hamil yg dicerai suami adl sampai ia melahirkan anak yg dikandung bukan dihitung dgn masa haidnya. Allah ta`ala berfirman :

      “Wanita-wanita yg hamil masa iddah adl sampai mereka melahirkan anak yg dikandungnya”.

      Ketiga apabila talak dijatuhkan dgn permintaan istri dgn cara ia menebus diri dgn mengembalikan sesuatu yg pernah diberikan suami atau diistilahkan khulu`.
      Hal ini dipahami dari hadits Ibnu Abbas radliallahu’anhuma dlm shahih Bukhari . Disebutkan bahwasa istri Tsabit bin Qais bin Syamas datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam lalu menyatakan keinginan utk berpisah dgn suaminya. mk Nabi Shallallahu ‘alaihi Wasallam menyuruh utk mengembalikan kebun yg pernah diberikan kepada dan memerintahkan Tsabit utk menerima pengembalian tersebut dan menceraikan istrinya. dlm hadits ini Nabi sama sekali tdk menanyakan kepada wanita tersebut apakah ia dlm keadaan haid atau tidak

      Masa iddah wanita yg bercerai dari suaminya
      Perhitungan masa iddah wanita yg bercerai dari suami dlm keadaan ia tdk hamil adl dgn tiga kali haid berdasarkan firman Allah ta`ala :

      “Wanita-wanita yg ditalak suami hendaklah menahan diri mereka selama tiga quru”

5.      Mandi Haid
      Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda kepada Fathimah bintu Abi Hubaisy radliallahu’anha :

      “Tinggalkanlah shalat sekadar hari-hari yg engkau biasa haid pada dan jika telah selesai haidmu mandilah dan shalatlah”.

      Yang wajib ketika mandi ini adl minimal meratakan air ke seluruh tubuh hingga pokok rambut. Dan yg utama melakukan mandi sebagaimana yg disebutkan dlm hadits Nabi shallallahu alaihi wasallam ketika beliau dita oleh seorang wanita Anshar tentang tata cara mandi haid. Beliau sebagaimana dikabarkan Aisyah bersabda :
      “Ambillah secarik kain yg diberi misik lalu bersucilah dengannya”. Wanita itu bertanya: “Bagaimana cara aku bersuci dengan ?” Nabi menjawab : “Bersucilah dengannya”. Wanita itu mengulangi lagi pertanyaannya. Nabi menjawab: “Subhanallah bersucilah”. Aisyah berkata: mk aku menarik wanita tersebut ke dekatku lalu aku katakan kepadanya: “Ikutilah bekas darah dgn kain tersebut”.

      Atau lbh lengkap dlm riwayat Muslim bahwasa Asma bintu Syakl berta tentang tata cara mandi haid mk beliau Shallallahu ‘alaihi Wasallam bersabda:

      “Salah seorang dari kalian mengambil air dan daun sidr lalu ia bersuci dan membaguskan bersucinya. Kemudian ia tuangkan air ke kepala dan ia gosok dgn kuat hingga air tersebut sampai ke akar-akar rambut kemudian ia tuangkan air ke atasnya. Kemudian ia ambil secarik kain yg diberi misik lalu ia bersuci dengannya”.

      Apabila wanita haid telah suci dari haid di tengah waktu shalat yg ada wajib bagi utk segera mandi agar ia dapat menunaikan shalat tersebut pada waktunya. Apabila ia sedang safar dan tdk ada air pada atau ada air namun ia khawatir bahaya bila memakai atau ia sakit yg akan berbahaya bila ia memakai air mk cukup bagi bertayammum sebagai pengganti mandi hingga hilang dari udzur. Wallahu a`lam bishawwab. Demikian pembahasan haid secara ringkas yg dapat kami persembahkan untukmu Muslimah.!


Sumber: www.asysyariah.com